Refocusing anggaran yang saat ini sedang dilakukan oleh seluruh SKPD di DI Yogyakarta (DIY) harus mampu menekan kasus Covid-19.
Menekan penambahan kasus Covid-19 harus dijadikan indikator penggunaan anggaran yang bersumber dari Biaya Tidak Terduga (BTT). Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana.
Menurut Huda, saat ini APBD DIY tahun 2021 menganggarkan Rp 66,9 miliar untuk penanganan Covid-19 dalam BTT.
Sekretaris Daerah DIY atas arahan Kementerian Keuangan mengeluarkan edaran untuk menambah alokasi anggaran penanganan Covid-19 dalam BTT sebesar 8 persen dari setiap SKPD atau setara nominal kurang lebih Rp 125 miliar.
“Dengan tambahan anggaran hasil refocusing ini, BTT akan menjadi sekitar Rp191 miliar untuk penanganan Covid-19 yang meliputi berbagai program seperti vaksinasi, insentif tenaga kesehatan, pencegahan, dukungan posko Covid-19, dan sebagainya,” beber Huda, Rabu (24/2/2021).
“Kami minta harus ada indikator yang jelas dan mudah dinilai terkait penggunaan anggaran ini, yaitu penurunan kasus harian Covid-19 secara signifikan dalam tahun 2021 dan seterusnya. Jangan sampai indikator keberhasilannya sekadar terlaksananya kegiatan dan terserapnya anggaran, tetapi kasus Covid-19 tetap tinggi,” sambung anggota FPKS ini.
Ia melanjutkan, terkendalinya kasus Covid-19 akan menjadi kunci perbaikan perekonomian yang saat ini terpuruk.
Program-program yang dilaksanakan harus tepat sasaran dan efisien, sehingga belanja anggaran akan memberikan dampak langsung bagi pengendalian kasus dan perbaikan ekonomi.
Huda menambahkan, pihaknya mengapresiasi turunnya kasus Covid-19 yang terjadi dalam pembatasan terhadap kegiatan masyarakat (PTKM) tahap 3 ini.
Dari sekitar 320-an kasus harian Covid-19 pada PTKM tahap 1, menjadi sekitar 200-an kasus di PTKM tahap 3.
“Tapi kasus ini masih tetap saja tinggi, sehingga perlu dilakukan lanjutan PTKM tahap 4,” imbuhnya.
Huda pun meminta agar program tracing, tracking, dan testing (3T) yang menjadi tugas pemerintah betul-betul dilaksanakan secara efektif termasuk follow up-nya.
Sebagai contoh, kata Huda, tracing harus dilakukan massif sesuai arahan dan perencanaan secara epidemologi.
Setelah tracing, testing juga harus di-follow up dengan langkah penanganan yang massif serta serius.
“Jangan hanya mengandalkan rumah sakit tanpa menekan penularannya,” ucap dia.
Di samping itu, masih kata Huda, penggunaan anggaran juga harus mendukung berbagai kegiatan pencegahan di bawah, seperti pemerintah desa atau dusun yang memerlukan dukungan, rumah sakit, laboratorium, dan sebagainya.
Ia mengungkapkan, semua pihak yang strategis dan membantu penurunan kasus ini perlu mendapat alokasi, jangan hanya berputar untuk biayai kegiatan pemerintah daerah.
“Kami lebih suka anggaran ini terserap besar atau bahkan habis, tetapi kasus dapat ditekan seminimal mungkin daripada anggaran diirit-irit agar sisa dan bisa dipakai atau dikembalikan lagi ke dinas dinas, tetapi kasus tetap tinggi,” tandasnya. (uti)